Isu-Isu Gizi dalam Program UKS pada Jenjang SMP
INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - Indonesia merupakan negara yang mengalami tiga beban gizi pada kelompok usia remaja, yaitu kekurangan gizi, kelebihan gizi dan kekurangan zat gizi mikro.
Data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan lebih dari 8% remaja usia 13-15 tahun mengalami gizi kurang (thinnes), sedangkan 26% pendek dan sebanyak 16% mengalami gizi lebih (overweight) dan obesitas (Kementerian Kesehatan RI, 2018a).
Data survei nasional di tahun 2013 juga menunjukkan bahwa seperempat remaja putri usia 13-18 tahun menderita anemia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Masalah gizi pada remaja memiliki akibat yang signifikan bagi pencapaian target Pembangunan yang Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) karena jumlah populasi pada kelompok usia remaja mencapai hampir seperlima dari penduduk di Indonesia dan merupakan aset yang sangat besar bagi produktivitas negara (Sharma, D. 2020).
Disamping itu, remaja putri yang kekurangan gizi akan tumbuh menjadi wanita dan calon ibu yang kekurangan gizi.
Mereka akan melahirkan bayi-bayi yang kekurangan gizi dan selanjutnya akan tumbuh menjadi individu yang kekurangan gizi juga.
Hal ini merupakan siklus yang mewariskan kekurangan gizi dan kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Permasalahan ini menjadi perhatian khusus mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pernikahan remaja tertinggi di dunia, dimana satu dari sembilan remaja putri di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun (UNICEF Indonesia, dkk. 2020).
Sebagian besar remaja putri ini memiliki status gizi yang kurang optimal.
Selain daripada itu, terdapat kenaikan proporsi remaja usia 13-15 tahun yang mengalami kelebihan gizi dan obesitas, yaitu 11% di tahun 2013 menjadi 16% di tahun 2018.
Data nasional menunjukkan bahwa kebiasaan makan yang tidak sehat dengan konsumsi makanan tinggi gula garam dan lemak dan gaya hidup yang tidak aktif banyak ditemukan di antara remaja Indonesia (Roshita, A. dkk. 2021; WHO & CDC, 2015).
Kelebihan gizi dan obesitas yang meluas pada usia remaja menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap kesehatan dan kesejahteraan diri mereka sendiri dengan kenaikan risiko penyakit tidak menular dan pencapaian pembangunan negara.
Angka partisipasi sekolah yang tinggi di Indonesia pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dengan mayoritas siswa SMP belajar di sekolah sampai setelah jam makan siang dan rendahnya kebiasaan sarapan di rumah membuat mereka mengkonsumsi sarapan, makan siang dan makanan ringan di sekolah (WHO & CDC, 2015).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sekolah adalah salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap status gizi siswa, dimana siswa mendapatkan makanan dari kantin sekolah atau penjaja makanan di sekeliling sekolah dengan sebagian besar kantin dan penjaja makanan di sekolah belum memenuhi standar kebersihan dan keamanan pangan serta kualitas makanan bergizi seimbang (Roshita, A. dkk. 2021; Rachmadewi, A. dkk. 2021).
Belum adanya pendidikan gizi bagi siswa SMP di sekolah yang mencakup topik mengenai asupan gizi seimbang, aktivitas fisik dan pencegahan masalah gizi pada remaja membuat siswa, guru dan juga warga sekolah lainnya memiliki pengetahuan yang terbatas tentang gizi dan makanan sehat, sehingga hampir tidak ada permintaan untuk makanan sehat tersedia di kantin sekolah.
Program gizi pada siswa SMP yang dilaksanakan secara nasional adalah program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri sebagai upaya pencegahan anemia, dimana TTD dibagikan setiap minggu bagi remaja putri di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas (Kementerian Kesehatan RI, 2018b), namun data menunjukkan cakupan dan kepatuhan program yang masih sangat rendah dengan hanya 1,4% remaja putri yang minum TTD sesuai dosis yang direkomendasikan yaitu satu tablet setiap minggu (Kementerian Kesehatan RI, 2018a).
Program pemberian TTD pada remaja putri di sekolah merupakan salah satu intervensi gizi spesifik yang menjadi bagian dari strategi nasional Percepatan Penurunan Stunting (Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72 tahun 2021).
Rendahnya cakupan program dan jumlah remaja putri yang minum TTD setiap minggu salah satunya dipicu oleh rendahnya pengetahuan remaja mengenai manfaat TTD bagi kesehatan mereka (Alfiah, dkk. 2020) dan juga pelaksanaan minum TTD bersama di sekolah yang belum berjalan optimal.
Pemberian edukasi pada peserta didik putri di sekolah mengenai gizi dan pencegahan anemia, serta komitmen sekolah dalam menjalankan program terbukti dapat meningkatkan keberhasilan program (Apriningsih, dkk. 2020).
Program gizi termasuk pendidikan gizi di sekolah dapat dijalankan sebagai bagian dari program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Program UKS telah dikembangkan sejak tahun 1956 dan terdiri dari tiga kegiatan utama yang disebut Trias UKS, yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat yang didukung dengan manajemen/ tata kelola yang baik.
Banyak sekolah yang telah menjalankan program UKS, namun pelaksanaan trias UKS belum berjalan secara optimal.
Pelaksanaan program UKS di sekolah masih terbatas pada Lomba Sekolah Sehat dan belum mencakup komponen gizi yang mendukung tumbuh kembang peserta didik.
Ukuran keberhasilan program UKS dapat dicapai sekolah melalui stratifikasi dalam empat tingkatan, yaitu minimal, standar, optimal, dan paripurna, dimana komponen gizi mendukung pencapaian stratifikasi UKS sekolah.
Manajemen Program Gizi dalam UKS SMP dilaksanakan secara terencana, terpadu dan terkoordinasi sehingga sekolah bersama dengan Tim Pembina dan Pelaksana UKS mampu menyusun perencanaan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program dengan baik.
Pelaksanaan program gizi melalui UKS di Sekolah Menengah Pertama diharapkan dapat turut berkontribusi mengatasi masalah gizi pada remaja di Indonesia.
Berikut di bawah ini adalah Isu-Isu Gizi dalam Program UKS pada Jenjang SMP, yaitu:
Penjelasan secara panjang lebar dari masing-masing poin di atas akan disampaikan di artikel terpisah.
Demikian informasi mengenai Isu-Isu Gizi dalam Program UKS pada Jenjang SMP, semoga dapat bermanfaat.
Terima Kasih.
Salam Satu Data Pendidikan Indonesia.
Post a Comment