PROFIL PELAJAR PANCASILA DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Gambar. Integrasi Profil Pelajar Pancasila dalam Pembelajaran |
Pendidikan merdeka itu ... berdaya upaya dengan sengaja utuk memajukan hidup –tumbuhnya budi-pekerti (rasa – fikiran, rokh) dan badan anak dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan jangan disertai perintah dan paksaan.
- Ki Hadjar Dewantara -
Sebagaimana yang disampaikan dalam artikel sebelumnya, Profil Pelajar Pancasila berperan menjadi penuntun arah yang memandu segala kebijakan dan pembaharuan dalam sistem pendidikan Indonesia, termasuk kurikulum, pembelajaran, dan asesmen.
Dari perspektif penyusunan kurikulum, Profil Pelajar Pancasila adalah tujuan besar (aim) atau aspirasi yang perlu dicapai, atau yang disebut juga dengan long-term outcomes (luaran jangka panjang).
Posner (2004) membagi luaran kurikulum menjadi dua, luaran jangka pendek dan jangka panjang.
Luaran jangka pendek biasanya berupa standar capaian pembelajaran yang diraih setelah siswa mengikuti kegiatan belajar atau mata pelajaran.
Sementara luaran jangka panjang, menurut Posner, adalah (2004, p.250): what students remember and can do with their knowledge well after the details of the course are forgotten, students’ attitudes toward the subject matter, …. Obviously, it is long-term outcomes that ultimately matters most (apa yang siswa ingat dan dapat mereka lakukan dengan pengetahuan mereka setelah hal-hal spesifik dari mata pelajaran sudah mereka tidak ingat lagi, sikap mereka terhadap materi pelajaran, …. Tentu saja luaran jangka panjang ini lah yang paling berarti).
Upaya untuk meningkatkan kemampuan literasi dan teknologi merupakan upaya penting dan selaras dengan kebutuhan siswa di Abad 21. Namun demikian, kemampuan tersebut masih merupakan luaran jangka pendek.
Merujuk pada istilah yang digunakan Ki Hadjar Dewantara (2013), kemampuan tersebut adalah “bunga” dari pendidikan, namun belum menjadi “buah”. Perancangan kurikulum harus memperhatikan keduanya.
Seperti halnya buah tidak akan terbentuk tanpa bunga, kompetensi lintas mata pelajaran dan disiplin ilmu tidak akan terbentuk tanpa luaran jangka pendek yang kuat.
Di sisi lain, fokus pada jangka pendek saja membuat pendidikan tidak efektif dalam memainkan perannya dalam mewujudkan pembangunan bangsa dan dunia yang berkelanjutan.
Analogi tanaman yang digunakan Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berkaitan dengan hasil atau luaran pendidikan tetapi juga faktor input yang sangat mempengaruhi prosesnya.
Kualitas luaran pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti halnya tanaman yang dipengaruhi oleh faktor kondisi tanah/ media tanam, cuaca, air, dan sebagainya termasuk faktor kualitas benih itu sendiri.
Seseorang dapat berupaya untuk mengontrol faktor-faktor tersebut, misalnya dengan menanam benih di media tanam yang sesuai dengan kebutuhannya, menyirami tanaman tersebut, memberi pupuk, namun tidak semua hal dapat dikendalikan oleh petani tadi.
Demikian juga dengan pendidikan, ada faktor-faktor yang tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh pengajaran dan pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara menuliskan hal ini dan menyatakan bahwa pendidikan di sekolah hanya bagian dari kualitas tumbuh kembang anak, namun yang sebagian ini harus dirancang dan dikelola dengan sangat baik agar hasilnya menjadi optimal.
Ki Hadjar Dewantara juga menekankan bahwa mempelajari pengetahuan saja tidak cukup, pelajar perlu menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata, di mana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Oleh karena itu, perancangan kurikulum yang berorientasi pada pencapaian Profil Pelajar Pancasila tidak cukup hanya mengandalkan proses belajar-mengajar dalam program intrakurikuler.
Standar capaian dalam setiap mata pelajaran penting untuk dirancang, namun fokus pada penguasaan materi pelajaran yang merupakan luaran jangka pendek (immediate output) saja tidak cukup.
Kemampuan-kemampuan yang merupakan luaran jangka panjang tersebut perlu dibangun melalui berbagai pengalaman belajar, baik melalui mata pelajaran (program intrakurikuler), kegiatan pendukung kurikulum (ko-kurikuler), maupun kegiatan ekstrakurikuler.
PEMBELAJARAN MENUJU KETERCAPAIAN PROFIL PELAJAR PANCASILA
Sebagai kelanjutan upaya yang telah diinisiasi dalam kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter, pendidikan terkait nilai-nilai Pancasila perlu terintegrasi dalam kegiatan dan lingkungan belajar yang kondusif, dimensi-dimensi Profil Pelajar Pancasila juga dirancang secara holistik dan komprehensif melalui pembiasaan dan keteladanan.
Dimensi-dimensi ini tidak saja menjadi tujuan jangka panjang, tetapi juga diintegrasikan dalam pembelajaran melalui sekurang-kurangnya 3 (tiga) cara, yaitu sebagai berikut:
- Sebagai materi pelajaran dalam kegiatan intrakurikuler,
- Sebagai pengalaman pembelajaran atau strategi pengajaran yang digunakan guru, dan
- Sebagai projek kegiatan kokurikuler.
Ketiga cara tersebut bukan merupakan pilihan untuk sekolah atau pendidik, melainkan kesemuanya perlu dipenuhi agar Profil Pelajar Pancasila dapat dibangun dan dikembangkan dalam diri setiap individu pelajar secara efektif.
Sebagai bagian dari intrakurikuler, dimensi atau pun elemen dimensi terintegrasi dalam Capaian Pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan atau materi/topik pembelajaran.
Salah satu contoh bagaimana Profil Pelajar Pancasila termanifestasi dalam materi pelajaran adalah dengan adanya penguatan kemampuan bernalar kritis dalam capaian pembelajaran semua mata pelajaran.
Pendekatan inkuiri diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran sehingga kemampuan ini dapat terbangun dengan lebih matang.
Dengan kata lain, dimensi-dimensi Profil Pelajar Pancasila tidak terbatas pada mata pelajaran tertentu, melainkan terintegrasi dengan muatan pembelajaran.
Akan tetapi, tidak semua dimensi secara alami dapat dimasukkan dalam setiap mata pelajaran.
Sebagai contoh, dimensi “beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia” tidak dipaksakan untuk menjadi tujuan atau standar capaian mata pelajaran matematika.
Secara keilmuan, mata pelajaran matematika lebih menguatkan dimensi bernalar kritis dan dimensi kreatif, bukan mengarah pada dimensi yang berkaitan dengan akhlak.
Namun demikian, dimensi ini dapat dipelajari melalui partisipasi pelajar dalam proses atau kegiatan belajar matematika di kelas, misalnya ketika guru mengingatkan siswa untuk tidak menyontek karena perilaku tersebut bertentangan dengan akhlak mulia.
Profil Pelajar Pancasila juga menjadi rujukan untuk penyusunan prinsip-prinsip pembelajaran dan asesmen yang perlu dipenuhi pendidik.
Jika standar capaian pembelajaran diartikan sebagai apa yang perlu dipelajari siswa, maka prinsip pembelajaran merupakan panduan tentang bagaimana proses pembelajaran dilakukan, atau pengalaman belajar seperti apa yang perlu dilalui oleh para pelajar.
Prinsip ini dikembangkan dengan merujuk pada Profil Pelajar Pancasila.
Sebagai contoh, salah satu prinsip pembelajaran yang dianjurkan adalah pendekatan pembelajaran yang menyiapkan setiap individu untuk menjadi pelajar sepanjang hayat, pengalaman belajar yang membangun kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta mendorong kesadaran dan kepedulian pada isu-isu global.
Dengan dicanangkannya prinsip pembelajaran dan asesmen ini, maka Profil Pelajar Pancasila dapat diajarkan melalui strategi pedagogi yang digunakan sehari-hari – atau apa yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara sebagai proses pembiasaan.
Fase-fase yang dijelaskan untuk setiap dimensi dan elemen Profil Pelajar Pancasila berguna sebagai referensi pengembang kurikulum dan juga satuan pendidikan untuk merancang pembelajaran dan juga pengembangan budaya sekolah yang mendukung.
Setiap fase tersebut diharapkan dapat membantu pendidik – guru, orangtua, dan masyarakat – memahami kemampuan apa yang perlu dikembangkan ketika anak berada dalam fase tertentu.
Namun demikian, fase-fase tersebut dirancang berdasarkan perkembangan anak pada umumnya, tidak berarti setiap atau semua anak di usia kronologis yang sama, akan mencapai fase yang sama.
Oleh karena itu ketika menggunakan fase-fase Profil Pelajar Pancasila, sekolah juga perlu memperhatikan keunikan setiap anak.
PEMBELAJARAN BERBASIS PROJEK UNTUK PENGEMBANGAN PROFIL PELAJAR PANCASILA
Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya pembelajaran yang dilakukan di luar kelas, selain pembelajaran secara reguler melalui mata pelajaran di dalam kelas atau program intrakurikuler yang dipandu guru.
Pembelajaran yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungan sekitar juga disarankan agar pelajar lebih peka, peduli, dan belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kontekstual di sekitar mereka.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO-MGIEP (2019) tentang pentingnya pembelajaran kontekstual yang bernuansa lokal.
Menurut kajian UNESCO-MGIEP tersebut, pembelajaran yang kontekstual akan membangun kepekaan pelajar akan kondisi lingkungan dan masyarakat, yang akhirnya membangun kompetensi global yang dibutuhkan di Abad 21 termasuk untuk menguatkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Program intrakurikuler yang sudah biasa dilakukan guru-guru di Indonesia adalah pembelajaran yang berbasis mata pelajaran (dan tematik di jenjang sekolah dasar) berdasarkan jadwal pelajaran rutin yang sudah ditetapkan untuk satu semester atau bahkan satu tahun ajaran.
Padahal pembelajaran di luar kelas membutuhkan proses yang fleksibel, suasana yang tidak terlalu formal, serta tidak melakukan kegiatan yang bersifat rutinitas.
Lebih dari itu, pembelajaran di luar kelas yang diharapkan Ki Hadjar Dewantara membutuhkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid, di mana proses serta langkah-langkah pembelajaran tidak dapat dikendalikan penuh oleh guru.
Melakukan perubahan terhadap program intrakurikuler yang telah membudaya di kebanyakan sekolah-sekolah di Indonesia bukanlah strategi yang mudah untuk dilakukan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa berharap guru melakukan perubahan drastis dalam waktu yang singkat adalah alasan utama kegagalan implementasi inovasi pendidikan di sekolah.
Guru atau pendidik perlu proses belajar dan bimbingan untuk dapat mengubah tradisi panjang pembelajaran di kelas yang berpusat pada guru, menjadi pembelajaran yang sangat kontekstual di mana murid mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Menyadari hal tersebut, maka selain peningkatan kompetensi guru dilakukan, implementasi Profil Pelajar Pancasila dalam kurikulum juga perlu menggunakan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, sembari guru belajar untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid di dalam kelas, kegiatan kokurikuler juga dijalankan.
Program kokurikuler yang biasanya dirancang untuk mendukung program intrakurikuler, sangat berpotensi untuk menguatkan karakter dan kompetensi yang termuat dalam Profil Pelajar pancasila.
Program kokurikuler biasanya tidak seformal kegiatan intrakurikuler dan tidak ada jadwal kegiatan yang terstruktur ketat.
Dalam mendukung program intrakurikuler, kegiatan kokurikuler tidak perlu berbasis pada atau terkotak-kotak menurut mata pelajaran, sehingga program kokurikuler dapat dirancang sebagai pembelajaran berbasis projek lintas mata pelajaran yang mengacu pada pengembangan karakter dan kompetensi umum seperti kolaborasi, penyelesaian masalah (problem solving), kepekaan lingkungan, dan kemandirian dalam menjalani proses pembelajaran, yang kesemuanya relevan dengan Profil Pelajar Pancasila.
Program kokurikuler yang tidak dirancang berbasis mata pelajaran membuka peluang untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis projek.
Pendekatan pembelajaran ini tidak saja memberikan kesempatan pelajar untuk mengasah berbagai kompetensi umum dan karakter, tetapi juga untuk membangun kepedulian dan kepekaan pada lingkungan sekitarnya.
Namun demikian, perancangan pembelajaran berbasis projek bukanlah hal yang sederhana.
Oleh karena itu pemerintah perlu membantu satuan pendidikan melalui pelatihan, pendampingan, dan penyediaan berbagai perangkat (toolkit) yang dapat digunakan guru untuk memfasilitasi pembelajaran berbasis projek.
Projek yang dikerjakan tentu harus kontekstual dan relevan, dirancang dengan memperhatikan dan memanfaatkan kondisi lingkungan dan budaya lokal.
Projek yang dilakukan di suatu sekolah bisa jadi sangat berbeda dengan projek di sekolah lainnya karena minat siswa ataupun konteks lingkungan yang berbeda.
Namun demikian, untuk memastikan bahwa projek-projek tersebut sejalan dengan tujuan untuk membangun Profil Pelajar Pancasila, Kemendikbud menetapkan tema-tema projek yang perlu diterapkan di satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Tema-tema ini sangat umum, sehingga dapat diturunkan menjadi tujuan pembelajaran yang lebih konkrit dan kontekstual di tingkat satuan pendidikan.
Di bawah ini adalah contoh salah satu tema projek Profil Pelajar Pancasila serta contoh perumusan tujuan pembelajaran di tingkat satuan pendidikan berdasarkan tema tersebut.
Contoh Pembelajaran Projek Profil Pelajar Pancasila di Sekolah Dasar
Kemendikbud menetapkan tema-tema yang dapat dipilih oleh satuan pendidikan, dan salah satu tema tersebut adalah “Perubahan Iklim Global”.
Tujuan umum dan ruang lingkup dari tema ini ditetapkan oleh Kemendikbud, yaitu: “Siswa memahami dampak dari pemanasan global terhadap kehidupan baik jangka pendek maupun panjang, terhadap dunia maupun lingkungan sekitarnya.
Siswa mengembangkan kemampuan berpikir sistem untuk memahami keterkaitan berbagai faktor penyebab pemanasan global.
Siswa dapat dan membangun kesadaran untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan serta mencari jalan keluar untuk masalah lingkungan serta mempromosikan gaya hidup serta praktik kerja yang lebih berkelanjutan.
Siswa juga mempelajari gejala-gejala alam termasuk bencana alam serta kesiapan untuk menghadapinya dan memitigasinya.”
Merujuk pada tema tersebut, satuan pendidikan perlu menrancang rencana pembelajaran untuk projek ini, yang diawali dengan penentuan elemen-elemen Profil Pelajar Pancasila yang ditargetkan serta tujuan pembelajaran sesuai dengan fase perkembangan anak.
Suatu SD, misalnya, menetapkan tujuan pembelajaran projek sebagai berikut:
Elemen Profil Pelajar Pancasila yang ditargetkan:
- Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: Akhlak kepada alam
- Berkebinekaan global: Berkeadilan sosial
- Bergotong-royong: kepedulian
- Mandiri: regulasi diri
- Bernalar kritis: menganalisis dan mengevaluasi penalaran dan prosedurnya
- Kreatif: Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinil
Tujuan Pembelajaran Projek:
- Fase A (Kelas 1 dan 2): Gerakan membangun kebun sekolah (edukasi tentang tanaman produktif atau permakultur). Tujuan: membangun keterampilan kolaborasi dan mendorong anak untuk berinteraksi dengan alam.
- Fase B: Membuat buku cerita dengan tema “Mencintai Alam dengan Lebih Baik”. Tujuan: mendorong siswa untuk berorientasi pada aksi dan membangun kemampuan berekspresi melalui tulisan.
- Fase C: Kampanye sederhana untuk memecahkan isu lingkungan, misal cara pencegahan kebakaran hutan atau banjir. Tujuan: berorientasi pada aksi dan melatih keterampilan komunikasi dengan menggunakan media visual dan verbal.
Tujuan pembelajaran di atas disusun di tingkat satuan pendidikan dan disesuaikan dengan konteks lokal.
Selanjutnya, guru-guru di SD tersebut secara kolaboratif mengembangkan kegiatan projek yang lebih terperinci sebagaimana guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Agar lebih bermakna dan mendalam, komunitas dan organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup dilibatkan dalam merancang kegiatan projek.
Organisasi ini juga berperan dalam sebagai fasilitator, mendampingi guru, dalam memandu kegiatan pembelajaran projek.
Hasil belajar siswa dilaporkan dalam bentuk portofolio dan dinilai menggunakan rubrik penilaian.
Dalam buku rapor semester, capaian siswa dalam projek juga disampaikan dalam format yang sesuai untuk mengidentifikasi tahap perkembangan Profil setiap siswa.
Sebagaimana yang dicontohkan di atas, pembelajaran projek Profil Pelajar Pancasila ini dapat membutuhkan kemitraan antara sekolah dengan masyarakat.
Agar relevan dengan kondisi lingkungan dan juga menjadi pembelajaran yang bermakna, projek yang dilakukan perlu memberikan manfaat untuk masyarakat lingkungan sekitar.
Sebagai contoh, berdasarkan salah satu tema terkait isu lingkungan, pelajar akan berupaya untuk mencari jalan keluar untuk masalah sampah dan banjir di lingkungan sekitar sekolah.
Dalam melakukan kegiatan ini, sekolah sebaiknya bekerjasama dengan masyarakat termasuk organisasi yang bergerak di upaya perlindungan alam.
Untuk itu, kurikulum atau rencana pembelajaran dan juga pelaksanaan projek-projek tersebut dapat dikembangkan bersama organisasi yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih mumpuni dalam bidang yang berkaitan dengan tema projek.
Penutup
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa Profil Pelajar Pancasila merupakan langkah awal dalam pengembangan kurikulum.
Peranan Profil Pelajar Pancasila sangat penting karena menjadi pemandu bagi pengembang kurikulum untuk menentukan arah tujuan kurikulum nasional serta untuk melihat keterpaduan komponen-komponennya, yaitu diantaranya mata pelajaran, kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler, dan asesmen.
Keseluruhan komponen tersebut mengarah pada tujuan yang sama, yaitu tercapainya Profil Pelajar Pancasila.
Pada Gambar di atas merangkum penjelasan artikel ini bahwa di setiap satuan pendidikan, Profil Pelajar Pancasila perlu dicapai melalui lingkungan belajar yang mendukung dan menguatkan tumbuh kembangnya karakter dan kompetensi serta program intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler yang dirancang untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila.
Terima Kasih.
Salam Literasi!
Daftar Pustaka
Dewantara, Ki Hadjar. (2013). Ki Hadjar Dewantara: Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Posner, George J. 2004. Analyzing the Curriculum. 3 rd Ed. McGraw Hill.
Post a Comment